Monday, June 3, 2013


Review Film Hotel Transylvania


Film animasi terbaru berjudul Hotel Transylvania. Film komedi animasi ini berkisah sebuah hotel bintang lima yang dimiliki oleh seorang Dracula (diisi oleh Adam Sandler). Dihotel ini para monster dan dedemit bisa hidup bebas dan tenang tanpa ada yang mengganggu. Hingga suatu hari sang Drakula ingin membuat pesta untuk merayakan ulang tahun putriya yang bernama Mavis (Selena Gomes). Dracula mengundang beberapa teman temannya seperti Frankestein, MUmmy, Invisible Man, WOlfman dan yang lainnnya.

Disaat para monster sedang berkumpul dihotel tersebut, tiba tiba masalah mulai muncul. Yakni saat seorang turis manusia bernama Jonathan (Andy Samberg) tiba-tiba masuk kedalam hotel tersebut. Dracula dan para monster pun bingung dan panik dengan kedatangan JOnathan. KArena baru kali ini ada manusia yang masuk kedalam hotel mereka. Awalnya Jonathan takut saat melihat para penghuni hotel yang mengenakan pakaian yang aneh, tapi kemudian dia mengira bahwa disitu sedang diadakan pesta halloween. Kehadiran JOnathan membuat Dracula dan para monster terganggu. Lebih lagi saat Mavis, putrinya tersebut mulai jatuh cinta pada Jonathan. 

LINK DOWNLOAD:
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4







Film Hotel Transylvania ini merupakan salah satu film yang masuk daftar Top 10 film box office. Seminggu setelah launching, film ini sudah bisa meraih penjualan sebesar $42,5 M. Bahkan sempat menduduki peringkat satu di jajaran film Box Office. Film komedi ini lumayan menghibur. Penonton akan dibuat tertawa terbahak bahak dengan aksi para dracula dan monster difilm tersebut.




Revie dan Download Film : Hotel Transylvania

Sunday, June 2, 2013




Jack the Giant Slayer (2013/US)


The giant is close, but I don't give a fuck!
The giant is close, but I don’t give a fuck, I’m a zombie!
Satu lagi film yang diangkat dari dongeng anak kecil yang populer pada masanya,Jack the Giant Slayer! Film ini adalah film ketiga yang saya tonton di bioskop minggu ini, dan mengingat film ini disutradarai oleh Bryan Singer, saya rasa saya tidak akan melewatkan film yang dibintangi (lagi) oleh Nicholas Hoult ini. Lucunya, review-review ketika film ini rilis kurang begitu banyak yang positif, tapi ketika saya menontonnya langsung kemarin, saya cukup terhibur, memang tidak berekspektasi terlalu tinggi, tapi Jack the Giant Slayer adalah film petualangan fantasi yang lebih menghibur saya daripada Oz the Great and Powerful.
Kalau anda masih ingat dongeng anak kecil tentang biji ajaib yang bisa tumbuh menjadi tanaman besar dan tinggi sampai mencapai langit, itulah premis dari film yang berdurasi hampir dua jam ini. Ceritanya, Jack (Nicholas Hoult) rakyat jelata di kerajaan Cloister tanpa sengaja menyimpan beberapa biji ajaib yang tanpa sengaja juga salah satu biji ajaib tersebut tumbuh besar di rumah Jack. Ketika itu, sang putri kerajaan, Isabelle (Eleanor Tomlinson) sedang bertandang ke rumah Jack dengan dalih tersesat, tapi karena biji ajaib Jack sudah tumbuh dan terus tumbuh sampai ke langit, sang putri terbawa tanaman merambat besar itu. Setelah itu Jack bertekad untuk menyelamatkan sang putri, dibantu para pengawal kerajaan yang loyal, Elmont dan juga beberapa pengkhianat kerajaan yang mempunyai maksud tersendiri, Roderick, mereka semua memanjat tanaman merambat raksasa tersebut yang tanpa disadari bahwa diatas sana sudah menunggu para raksasa yang menyimpan dendam kesumat pada ras manusia.
Jack the Giant Slayer adalah contoh film petualangan fantasi yang mempunyai plot cerita klasik yang biasa ada di film-film bergenre serupa, tapi Bryan Singer membuat Jack the Giant Slayer menjadi sebuah tontonan yang mengasyikan, karena alur ceritanya disajikan dengan sangat rapih, dimana ketegangan, humor, kisah romansa dan klimaks cerita sudah tertata dengan baik. Tidak ada adegan-adegan yang terasa tidak terlalu penting, semua mengalir dan membuat saya menikmati setiap menitnya walaupun saya sudah tahu bagaimana cerita petualangan Jack berakhir, apalagi ketika melibatkan peperangan antara para raksasa dan manusia, well, sekali lagi, film ini merupakan film petualangan yang asyik untuk disaksikan.
Dengan latar belakang kerajaan jadul di Inggris, maka aktor dan aktris yang meramaikan film ini pun beberapa diantaranya di datangkan dari negeri sang ratu tersebut. Selain Nicholas Hoult yang sudah menjadi ikon remaja zombie romantis , masih ada Ewan McGregor yang menjadi partner Nicholas Hoult ketika melawan para raksasa yang menjijikan tersebut. Selain itu, masih banyak aktor dan aktris lain berdarah Inggris yang ikut meramaikan film ini, seperti love interest Jack, Eleanor Tomlinson yang selalu tampil cantik walaupun sedang dalam kondisi siap-siap dimasak oleh para raksasa, he-he.
Overall, Jack the Giant Slayer adalah film hiburan yang komplit untuk keluarga, film ini memiliki semuanya, cerita cinta sejati (yang klise), pesan moral yang sudah biasa kita temui di film manapun, spesial efek yang mulus, aktor dan aktris yang rupawan dan sedikit humor yang porsinya pas, tidak terlalu berlebihan dan tidak terlalu garing juga. Sebagai film kedua dari Nicholas Hoult yang saya tonton di tahun ini, saya yakin ia bisa jadi aktor masa depan yang mungkin bisa menggantikan posisi Ewan McGregor itu sendiri, he-he. Well, tunggu apalagi, anda butuh film hiburan untuk keluarga, Jack the Giant Slayer adalah pilihannya. Enjoy!

Review Film : Jack the Giant Slayer


The Croods_1
Dengan  mudah, The Croods dapat digambarkan sebagai perpaduan antara Flinstones dengan Ice Age. Bercerita tentang sebuah keluarga di jaman dahulu kala yang mempunyai banyak sekali peraturan untuk bertahan hidup. Salah satu peraturan utamanya adalah jangan pernah meninggalkan gua. Secara tidak langsung peraturan ini mengacu kepada kebiasaan manusia gua.
Anyway, walaupun mereka adalah manusia gua secara general, tetap saja sifat-sifat yang dibawanya adalah manusia modern. Di sini ada Grug (Nicolas Cage), seorang bapak yang sangat memegang peraturan-peraturannya dan ada juga anak perempuannya Eep (Emma Stone) yang persis seperti remaja jaman sekarang. Suka memberontak. Sisa keluarganya? Tidak terlalu dibahas, mereka hadir sebagai pelengkap plus bahan lelucon.
Nah, antara Eep yang berjiwa bebas dan bapaknya yang senang sekali bertahan di dalam gua lama-lama menjadi sebuah konflik. Apalagi ketika Eep bertemu dengan Guy (Ryan Reynolds) yang juga berjiwa bebas dan juga pintar. Guy di sini ceritanya sebagai kryptonite dari Grug. Dengan kecerdasannya dia basically adalah Thomas Edison di dalam cerita. Banyak sekali invensinya, hal ini lama-lama mulai mengesalkan Grug, apalagi ketika satu keluarganya mulai memilih Guy ketimbang dirinya.
Plotnya memang tidak rumit dan khas cerita keluarga. Saya tidak protes. Karena nilai lebih The Croods bukan di situ, melainkan di humor dan visualnya. Konon, dari mereka yang sudah menonton 3Dnya sangat puas. Saya saja yang nonton 2Dnya puas dengan visualnya. Warna-warni dan magis. Benar-benar sebuah hiburan untuk mata. Dan leluconnya, sangat lucu. Saya seperti merasa kembali menonton Ice Age pertama. Tidak seperti yang terakhir, garing.
Ditambah juga dengan beberapa pelajar penting, The Croods sangat cocok dinikmati bersama keluarga.

Review: The Croods (2013)


gijoe-retaliation-international-russian-banner-raw-image
Sebelum masuk ke review, mari saya jelaskan kedudukan saya dahulu. Nah, untuk G.I. Joe ini saya benar-benar blank. Saya tidak tahu sejarah mainannya, komiknya, dan segala-segalanya. Jadi berdebat dengan saya seputar source materialnya adalah buang-buang waktu. Review di bawah ini murni membahas filmnya saja.
*review berisi spoiler*
Masih ingat dengan G.I. Joe: The Rise of Cobra (2009)? Ya, meski dikritik habis-habisan buat saya masih punya entertainment value tersendiri. Nah, G.I. Joe: Retaliation ini kurang lebih adalah sekuelnya. Saya sendiri setelah menontonnya lebih suka menyebutnya sebagai soft reboot. Ala-ala Hulk (2004) dan Incredible Hulk (2008) atau kedua film Ghost Rider itu. Tanpa menonton film pertamanya sendiri,  kita bakal disuapi kok sejarahnya, jadi yang belum nonton Rise of Cobra, don’t worry :D
Retaliation dibuka oleh jagoan di film pertama, Duke (Channing Tatum), yang tengah berada dalam sebuah misi bersama para Joe. Entah kenapa, kita tidak mendapati teman-teman Duke di film pertama lagi. Semuanya baru, kini ada Flint (D.J. Cotrona), Lady Jaye (Adrianne Palicki), dan Roadblock (Dwayne “The Rock” Johnson). Snake Eyes (Ray Park) sebagai karakter favorit tentunya masih bertahan, walau mengalami sedikit perubahan design. Tapi tidak butuh waktu lama bagi kita buat mengetahui, bahwa Snake Eyes menjadi satu-satunya Joe dari film pertama yang bertahan, setelah Duke secara tidak hormat dibunuh oleh para pembuat cerita ini. Fuck! Channing Tatum pun seperti menjadi bahan promosi saja. Oke, saya mencoba bertahan.
gi-joe-retaliation-20120419054157974-3629633_640w
Lalu kita kembali ke bagian musuhnya. Zartan, yang di ending film pertama menyamar sebagai Presiden Amerika Serikat, berusaha untuk membebaskan bosnya, Cobra Commander dari sebuah penjara rahasia. Lewat segala intrik, akhirnya kita mendapati Storm Shadow tanpa baju menghancurkan apa yang seharusnya menjadi penjara tingkat tinggi. Saya mengerti tahap di mana Storm Shadow harus memamerkan badannya yang berotot, yang saya kurang terima adalah bagaimana Storm Shadow selamat. Di film pertamanya, ia sudah tertusuk jatuh pula ke lautan di kutub utara (atau selatan? saya lupa). Di sinilah saya prefer untuk menyebutnya sebagai soft reboot, karena beberapa kejadian di film pertama tidak dijelaskan (seperti kembalinya Storm Shadow dan teman-teman Duke yang tidak diperlihatkan lagi) atau cenderung dibantah. But, well, namanya juga film Hasbro, bro, pakai logika ala Transformers atau Battleship ajalah.
Movie goes on, Cobra Commander selamat, dan tentunya ia ingin menguasai dunia. Di saat yang bersamaan Zartan sebagai Presiden berhasil mengkambing hitamkan G.I. Joe yang berimbas bubarnya organisasi tersebut. Lewat sebuah serangan, seluruh anggota G.I. Joe habis dibunuh. Kecuali ya 4 karakter yang saya sebut di awal, Flint, Lady Jaye, Roadblock, serta Snake Eyes. Singkat cerita mereka berusaha untuk balas dendam. Beberapa karakter tempelan pun ikut membantu seperti Bruce Willis sebagai Joe Colton dan RZA sebagai sampah penjelas cerita. RZA, really? Ada juga subplot konyol seperti bagaimana Storm Shadow akhirnya berpindah pihak membela G.I. Joe.
Mungkin 3 paragraf di atas sudah membeberkan kebodohan G.I. Joe: Retaliation dari segi cerita. Kalau harus memilih, film pertama berjalan jauh lebih baik. Tapi berhubung ini film action hura-hura CGI, dosa kalau saya tidak membahas itu. Well, kalau mau dibilang actionnya tidak bernyawa saya tidak setuju. Die Hard 5 atau remake Total Recall itu jauh lebih hampa buat saya. Yang ini masih entertaining, ala Transformers. It’s either you love it or you hate it. Sayangnya, saya suka dengan actionnya. Terutama adegan fight di gunung yang secara tainya sudah dibeberkan secara full oleh Blitz ketika saya menonton The Croods. Really, the action is the only thing that could save the movie. Jokesnya garing, plotnya tidak logis, akting juga so so. Tidak heran banyak orang yang membenci film ini. Mengapa? Begitu Anda benci dengan actionnya, really, this film ultimately sucks.
Pada akhirnya pilihan kembali pada Anda? I mean, Transformers juga tidak ada nilai lebihnya sebagai sebuah film. Tapi beberapa orang masih bisa enjoy, kan?

Review: G.I. Joe: Retaliation (2013)

Sunday, May 12, 2013


Review Film: Fast and Furious 6

Film Fast and Furious 6
 12 tahun sejak film pertamanya rilis, seri Fast and Furious kini telah mencapai judul keenam. Mungkin tidak ada yang menyangka, sebuah film dengan premis cerita serta aktor yang biasa-biasa saja mampu menjadi salah satu franchise terlaris sepanjang masa. Sempat dianggap habis ketika film ketiganya, Tokyo Drift (2006), mendapat keuntungan jauh di bawah The Fast and The Furious (2001) dan 2 Fast 2 Furious (2003), Vin Diesel dkk kembali merajai box office lewat Fast and Furious (2009). Puncaknya, ketika Fast Five (2011) meraup pendapatan lebih dari 600 juta Dollar AS di seluruh dunia, dan masuk ke dalam daftar film terlaris sepanjang masa.

Tidak hanya mengandalkan mobil-mobil dengan modifikasi keren dan aksi kebut-kebutan, Fast and Furious terus mengembangkan cerita di tiap sekuel, dan karakter-karakternya pun mengalami pendewasaan. Sutradara Justin Lin, yang mengarahkan seri ini sejak Tokyo Drift, mengerti betul bahwa penonton akan bosan jika Fast and Furious terjebak dalam zona nyaman dan terus menjual cerita yang serupa. Perubahan drastis dimulai dengan kematian karakter Letty dalam film keempat, dan mengkombinasikan balap mobil dengan perampokan di Fast Five. Lalu, bagaimana dengan film keenam?


Bad news for Dom

Fast and Furious 6 dibuka dengan kelahiran anak Brian (Paul Walker) dan Mia (Jordana Brewster). Hadirnya anggota keluarga baru dalam keluarga Toretto-O’Conner disambut bahagia oleh Dom (Vin Diesel). Namun, kebahagiaan tersebut dirasa semu, karena status mereka sebagai buronan internasional selalu menghantui. Tidak hanya Brian dan Dom, sahabat-sahabat mereka yang tersebar di penjuru dunia juga merasakan yang sama. Sementara itu, Hobbs (Dwayne Johnson), yang melepas kelompok Dom usai merampok di Brasil, bersama Riley (Gina Carano) tengah memburu sebuah organisasi kriminal beranggotakan pengemudi liar dari berbagai negara. Owen Shaw (Luke Evans), pimpinan grup tersebut, melakukan teror di banyak tempat untuk mencapai tujuannya. Hobbs sadar, orang-orang Shaw hanya bisa ditaklukan oleh lawan yang seimbang: kelompok Dom. Permintaan tolong Hobbs ditolak Dom, namun sebuah foto yang menunjukkan Letty, kekasih Dom yang telah meninggal ternyata masih hidup dan menjadi bawahan Shaw membuatnya berubah pikiran. Dom dan Brian pun segera mengumpulkan sahabat-sahabatnya: Roman (Tyrese Gibson), Tej (Ludacris), Han (Sung Kang), dan Gisele (Gal Gadot). Dengan misi menggagalkan rencana Shaw dan memastikan keberadaan Letty, Dom dan kelompoknya juga meminta satu syarat lagi, yaitu kebebasan dari semua tindak kriminal yang pernah mereka lakukan. Meski berat hati, Hobbs mengabulkan permintaan mereka, dan menyusun strategi untuk menangkap Shaw.


Negotiating their way out

Action-wise, Fast and Furious 6 adalah paket komplit dan akan memuaskan penggemar film aksi. Jika pada Fast Five perampokan menjadi unsur tambahan yang memperkaya cerita, kali ini seni bela diri dan perlengkapan militer berat yang dapat giliran. Dilema Dom yang kembali bertemu Letty di saat ia tengah bersama Elena (Elsa Pataky) pun jadi bumbu cerita menarik. Karakter seperti Roman dengan humornya, Tej yang tech-geek, serta pasangan Han dan Gisele juga mendapat porsi cukup untuk unjuk kemampuan.


Joe Taslim showing off his Judo skills

Kehadiran aktor Indonesia Joe Taslim jelas jadi perhatian utama penonton tanah air, dan ia pun tidak mengecewakan sama sekali. Dengan peran pendukung sebagai anggota kelompok Shaw bernama Jah, Joe Taslim menunjukkan ia tidak demam panggung atau berada di bawah nama-nama besar Hollywood. Ia bahkan mendapat cukup banyak dialog dan sebuah pertarungan seru 1vs2 melawan Han dan Roman (yang ia menangi). Aktor asal Inggris Luke Evans juga patut diberi perhatian sebagai penjahat utama, mengingat seri Fast and Furious sebelumnya dikenal tidak memiliki karakter antagonis yang tangguh dan capable on his own.


"Super Dom"

Kekurangan Fast and Furious 6 bisa berlaku juga sebagai keunggulannya. Adegan-adegan tidak masuk akal dan membuat kening berkerut tersaji lengkap sepanjang film, seperti saat Dom menjadi ‘Superman’ ketika berusaha menyelamatkan Letty, atau landasan pacu pesawat yang seolah tanpa akhir ketika pengejaran Shaw mencapai klimaks. Toh, adegan-adegan semacam itu yang memang penonton harapkan dari seri Fast and Furious, ridiculous but fun to watch.

Poin terpenting Fast and Furious 6 bisa dibilang justru ada di adegan setelah film usai, alias post-credit scene. Adegan ini menghubungkan cerita dalam Tokyo Drift dan karakter Han, serta menjadi pondasi plot untuk sekuel berikutnya. Ya, tepat setelah 7 tahun akhirnya Fast and Furious 6 lah yang menjadi prekuel langsung Tokyo Drift.


Over the top and ridiculously fun actions

Fast and Furious is all about cars and actions. Film keenamnya pun sama sekali tidak meninggalkan identitas franchise ini. Fast and Furious 6 jauh lebih berisik dan heboh dibanding pendahulunya, dengan tingkat keekstriman yang over the top. Namun, itu lah yang membuat seri ini dicintai penggemar: Fast and Furious tidak berusaha untuk menjadi film yang cerdas dan memaksa otak penonton bekerja keras. Enam buah film dan tidak ada tanda-tanda akan berakhir adalah bukti kuat film brainless dan straightforward seperti Fast and Furious bisa sukses jika digarap dengan benar

Review Film: Fast and Furious 6

Thursday, May 9, 2013


Tidak semua filmaker punya kesempatan melakukan ini; Membawa graphic novel-nya sendiri yang bahkan belum dipublikasikan ke layar lebar, tetapi beruntung bagi sutradara Tron: Legacy, Joseph Kosinski yang diberi kepercayaan penuh oleh para petinggi Universal Pictures untuk melakukannya, tidak hanya itu, mereka juga memberikan Konsinski dana sebesar 120 Juta Dollar, nama-nama besar macam Morgan Freeman,  Olga Kurylenko, bahkan seorang Tom Cruise yang nontabene seperti yang kita tahu adalah magnet box-office tidak peduli apapun genre yang dibintangi mantan suami Katie Holmes itu.
Jadi ini yang terjadi di Oblivion; Bersetting di bumi pada tahun 2077 yang nyaris hancur akibat peperangan dengan mahlkuk asing 60 tahun lalu. Hampir semua manusia dievakusasi ke Titan; Salah satu bulan di Saturnus, dan hanya menyisakan Jack Harper (Tom Cruise) dan rekannya, Victoria (Andrea Riseborough) yang bertugas untuk mengawasi proses ekstraksi sumber daya bumi yang tersisa dari gangguan Scavenger (begitu mereka menyebut alien yang menyerbu bumi) yang masih ada, termasuk memperbaiki dan merawat drone (robot terbang) penjaga. Yang terjadi kemudian adalah rentetan peristiwa aneh,  puncaknya ketika ia menyelamatkan seorang wanita misterius, Julia (Olga Kurylenko) yang sekaligus mulai membuka mata Jack tentang apa yang sebenarnya terjadi.
Sebenarnya tidak ada yang baru di Oblivion, kalau kamu kebetulan adalah penggemar film-film sci-fikemungkinan sudah pernah melihat semuanya; Masa depan, bumi hancur, invasi alien, astronot kesepian, tidur panjang, teknologi canggih dalam balutan efek CGI yang mentereng. Ya, apa yang coba dihadirkan Konsinski seperti mencomot ide-ide dari banyak film fiksi ilmiah, bahkan twist dipertengahan film dan klimaksnya, mulai dari yang paling legendaris seperti 2001: A Space Odyssey dan Alien sampai yang modern seperti Independence DayWall. E, Prometheus sampai sci-fi indieMoon. Tetapi tidak peduli seberapapun seringnya ide-ide itu kembali dimunculkan anehnya, kita tidak pernah bosan untuk melahapnya dan Konsinski jelas tahu benar soal itu, jadi ketika ia melakukan peremajaan ide-ide lama ke dalam sebuah wadah baru, tetap saja Oblivion punya daya tarik tersendiri apalagi dengan sosok Tom Cruise berdiri seorang diri dengan latar belakang bumi yang hancur di posternya itu.
Beruntung jika kamu hanya sedikit tahu soal referensi film-film fiksi ilmiah yang sudah saya sebutkan di atas karena Oblivion akan memberikanmu sebuah tontonan yang terasa lebih mengasyikan. Di separuh pertamanya Konsiski memulainya dengan lambat, memfokuskan semuanya pada karkater yang dimainkan Tom Cruise dan pasangannya, Andrea Riseborough, menjelajahi Manhattan yang hancur lebur paska perang besar bersama kendaraan terbang Jack yang canggih dalam balutan visual dan sinematografi cantik dari kamera Sony CineAlta F65 terbaru Claudio Miranda, sinematografer handal yang baru saja memenangkan Oscar dalam Life of Pi. Sedikit terlalu panjang dan berpotensi membosankan sebelum sebuah twist dipertengahan nanti kembali mencengkeramu, menjungkir balikan segalanya. Bukan twistyang baru memang tetapi tetap saja hal tersebut menjadikan Oblivion menjadi semakin menarik, terlebih ketika semua misterinya perlahan-lahan mulai terungkap dan tensinya bersama banyak adegan aksinya mulai meningkat hingga nantinya ditutup dengan sebuah ending yang familiar jika kamu pernah menonton film-film sci-fi yang saya sebutkan di atas sana.
Yah, mungkin bukan sci-fi paling orisinil yang pernah kamu tonton dengan segala ‘pinjaman’ ide sana-sini, tetapi meskipun basi,  premis tentang kehancuran bumi dan invasi alien plus pesona Tom Cruise yang masih bertaji itu sudah lebih dari cukup untuk menjadi sebuah kombinasi yang susah untuk ditolak, terlebih sutradaranya, Joseph Kosinski tahu benar bagaimana menghadirkannya dengan balutan teknis yang baik

REVIEW FILM : OBLIVION

Recent videos